Sejarah Pemakaian Bambu Runcing
Hanya
dengan bambu runcing, Indonesia mampu mengusir penjajah. Demikian
slogan kemerdekaan yang sering kita dengar. Namun tahukah anda dibalik
itu semua terdapat peran besar sosok ulama dengan keyakinan Jihad Fii Sabilillah yang begitu lurus dan murni, Tawakkal Ilallah.
Dia adalah Kiai Subchi, seorang ulama yang sangat tawadhu dikalangan
masyarakat Parakan Temanggung, Jawa Tengah. Sosok ulama yang satu ini
sangat dihormati masyarakat sekitar. Kiai Subchi setiap hari berkeliling kampung
mengajar ngaji dan menjadi penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan,
masyarakat sering mendatanginya untuk mencari solusi.
Seperti halnya orang-orang yang bersih kehidupannya, maka Kiai Subchi dianugerahi Allaahu Subhanahu waTaála
mata bathin yang sangat peka, sehingga ditahun 1941, dia mengumpulkan
para santri dan pemuda desa untuk mengadakan persiapan perang. Padahal
pada saat itu situasi masih relative aman. Jepang belum masuk Jawa.
Hadir dalam pertemuan tersebut Kiai Noer (Putera Kiai Subchi) dan lurah
Masúd (Adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan tersebut dibentuk pasukan
Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Subchi. Pasukan yang
baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal persenjataan. Yang ada
baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya. Namun
senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab itu, Kiai Noer
mengusulkan agar pasukan yang baru dibentuk itu dipersenjatai dengan cucukan
(bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh
di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain itu, luka yang diakibatkan
oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit di obati.
Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai
Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan
yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi
musuh dan meraih kemenangan. Maka tidak ada jalan lain, Kiai Subchi pun
mengumpulkan pasukan dengan bersenjatakan cucukan ini dan kemudian dengan penuh keyakinan, Kiai Subchi memanjatkan doá agar Allah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan cucukan ini. Doá itu berbunyi Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir, dengan tiga kali membaca sembari menahan nafas. Disebabkan charisma yang dimiliki Kiai Subchi, para pemuda dengan senjata cucukan ini
akhirnya bersemangat dan yakin jika senjata baru ini memiliki
keistimewaan yang dahsyat. Hal ini akhirnya menjadi satu “ritual” yang
tidak dilewatkan, setiap ada pasukan baru dengan senjata cucukan, mereka pasti mendatangi Kiai Subchi untuk meminta doákan.
Setahun setelah firasat Kiai Subchi, Jepang pun datang dan pecah
perang besar antara Belanda melawan Jepang. Pasukan Jepang pernah ingin
menguasai Parakan, namun dihadang oleh Pasukan Bambu Runcing Kiai
Subchi. Dan akhirnya Jepang pun mengurungkan niatnya ke Parakan dan
meneruskan geraknya ke Wonosobo. Kabar keberhasilan pasukan cucukan Kiai Subchi menghalau pasukan Jepang ini menjadi buah bibir pasukan lainnya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Magelang masih diduduki Jepang.
Pasukan Hizbullah dari daerah Parakan dan daerah Kedu bersatu untuk
mengusir Jepang dari Magelang. Dalam pertempuran tersebut Jepang
terlihat sangat ketakutan menghadapi pasukan cucukan yang di pimpin Kiai Subchi. Hal ini menaikan pamor senjata cucukan atau Bambu Runcing.
Sejak itulah, seiring naiknya pamor cucukan, maka sosok Kiai Subchi pun menjadi terkenal. Apalagi pasukannya juga berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari
Magelang hingga ke Semarang. Para pejuang kemerdekaan pun
berduyun-duyun datang ke Parakan, lengkap dengan bambu runcingnya,
untuk menemui Kiai Subchi dan meminta doá nya. Para pejuang itu datang
dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta sampai kawasan
Banyuwangi, dengan naik kereta api yang penuh sesak dengan bambu
runcing. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah
yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing yang dipakai Kiai Subchi
sendiri menjadi legenda. Bahkan di minta oleh Museum ABRI untuk
dijadikan koleksi bersejarahnya. Putera Kiai Subchi, Kiai Haji Noer
mengatakan, “nama semula bukan bambu runcing, tapi cucukan. Sedangkan nama bambu runcing ini baru-baru saja.”
Sumber :
Ahmad Adaby Darban (dalam, http://kangudo.wordpress.com/2013/08/18/sejarah-awal-senjata-bambu-runcing)
waw
BalasHapustrims.. kunjungannya :D
Hapus